Kategori
Cerpen

Jatuh Hati Dua Kali (Cerpen)

Jatuh Hati Dua Kali.

            Di ruang kelas yang baru, terasa asing, suara percakapan dan gelak tawa mengudara ke penjuru ruang kelas. Tak ada satupun yang menyapaku kecuali beberapa teman lamaku yang juga pindah kelas bersamaan denganku, karena kelas lama kami telah dibubarkan karena isi mahasiswanya terdiri dari 30 orang dan setiap harinya yang masuk hanya sekitar 15 orang bahkan pernah sampai 8 orang. Yaa.. Kelas kami dijuluki di kampus STIE SB PARIAMAN BP’15 sebagai kelas anak nakal sekaligus calm addicted atau menagguk – angguk sok paham. Yang akhirnya aku serta kedua puluh sembilan temanku itu di pecah kedalam beberapa kelas baru.

           Aku duduk di kursi paling belakang serta beberapa teman kelas lamaku karena hampir tak satu pun aku mengenal seorang pun di kelas baru ini. Setelah beberapa hari belajar kusadari ternyata di depanku terdapat sosok seorang wanita cantik berparas menggemaskan dan bermata bijaksana tinggi badannya sekitar 160, aktif dan selalu mengacungkan tangan saat dosen melemparkan pertanyaan dan hal itu tidak kusadari setelah beberapa hari belajar di semester gasal di kelas baru ini. Sesekali mata kami berpapasan, saling melihat dan tersenyum. Sudah hampir sepekan aku tidak terlalu memerhatikan itu.

            Saat itu kelas kosong dan dosen belum masuk kelas, karena biasanya dosen kami selalu terlambat datang di pagi hari karena macet.

            “Nama kamu siapa?” Memotong pembicaraan wanita yang saat itu sedang tertawa bersama temannya. “Namaku Widya, Widya Putri” Jawabnya sambil tertawa kecil setelah bersenda gurau dengan temannya sembari melihat kearahku dan terlihat mengerutkan dahi.

“Kamu Putra bukan? Anak Manajemen 5?” Sambil menatap lama kearah mataku.

“Iya, aku Putra anak Manajemen 5, kok kamu kenal dengan aku?” Sambil keheranan

            “Gimana ga kenal.. kamukan ketuanya M5 dulu, waktu itu kita pernah di kumpulin dalam satu lokal waktu BEM mau ngadaain acara musik itu, masa ga ingat?” Sambil tertawa kecil.

            “Masa sih” Menganggukan kepala, keheranan, sembari mencoba mengingat kembali.

****

            Percakapan itu terus berlanjut sampai sesi pertama mata kuliah Ekonomi Pembangunan usai. Saat keluar kelas, ntah kenapa mulutku tiba – tiba terlontarkan sebuah pertanyaan yang aku kira pertanyaan itu ngga pantas ditanyakan kepada orang yang baru aku kenal. “Sore kemana Dia? Jalan – jalan yuk.” Sambil memalingkan wajah dan menutup mulut. Spontan.

            “Ga kemana – mana sih, jalan – jalan kemana?” Dengan wajah datar dan penuh pertimbangan.

            “(Kok aku jadi bingung sendiri sih) Pantai yuk nyari udara segar”  berbisik dalam hati sambil menggerutu dalam hati karena bingung dengan pertanyaan yang terlontarkan tadi.

            “Boleh juga, ntar bareng aja pulangnya kebetulan aku ke kampus di anter sama papa aku tadi” Jawabnya cepat. Dan aku rasa dia menjawab pertanyaanku sama dengan pertanyaan yang aku lemparkan tadi. Percakapan singkat yang membuatku tak sadarkan diri itu membuatku berpikir apa yang telah aku lakukan? Dan, apa yang telah terjadi?

            Widya adalah satu wanita yang membuatku tanpa berpikir panjang untuk menanyakan berbagai hal kepadanya, karena selain berparas cantik dia juga banyak mendapatkan kepercayaan teman kelasnya karena Widya Putri adalah ketua kelas M1 dan selalu tersenyum manis kepada siapa pun baik teman maupun dosen.

****

Sore hari, Setelah kuliah. 4:30 PM.

            “Gimana?” Tanyaku pada widya tanpa rasa ragu.

            “Ayuk..” Sambil menggagukan kepala.

            Sesampainya disana, di pantai Cermin. Matahari menyambut kami dengan hangat melalui warna meganya. Deburan ombak yang tertawa bersama, hembusan angin yang kala itu menyapa beberapa daun – daun di pohon tepi pantai. Kami duduk di bawah payung yang berjajar di tepi pantai tempat biasa muda – mudi menghabiskan waktu sorenya.

            “Pesan apa Dia?” Tanyaku menyadarkan lamunannya dengan sedikit malu.

            “Eh.. anu.. apa aja deh.. sama dengan kamu aja” Sambil kebingungan.

            Sore itu rasanya indah, wanita yang baru aku kenal, begitu akrab denganku. Ntah kenapa rasanya aku ingin memilikinya langsung seketika itu. Dalam diriku tersentak dan bertanya dalam hati “Dia mau ngga jadi pacarku? Ah, rasanya terlalu cepat. Apakah dia mau dengan mahasiswa sepertiku ini? Yang sudah mendapat gelar dari beberapa dosen? Tapi aku ingin sekali memilikinya.” Bertahan pada angan yang kala itu menghipnotis ketika melihat wajah manis dan ramah Widya.

            Widya bercerita kepadaku bahwa dia jarang sekali keluar rumah untuk sekedar mencari hiburan, karena dia perempuan yang rajin dan pintar serta anggun. Dia bercerita bahwa baru kali ini ada seorang pria yang berani mengajaknya jalan – jalan dengan penuh percaya diri walaupun kenyataan tidak sengaja alias spontan, tidak seperti yang lainnya yang hanya mengincar keelokan paras serta sebagai bahan taruhan.

            “Put..Put.. Malah dia lagi yang ngelamun..” Sambil menyentuh lembut pundakku.

            “Eh iya, ngga.. ini suasana sorenya enak banget.. jarang – jarang mataharinya ga ketutup awan” Sambil tertawa berdalih ke arah laut lepas.

****

           “Eh, Putra bangun..” Suara itu terdengar jauh sekali seperti di pulau ujung di pantai tempat kami berdua duduk. “Itu dosen udah masuk, molor terus.” Sambil menggoyang – goyangkan kepalaku lembut.

            “Eh, iya Dya. soalnya mimpi tadi indah banget.” Mengucek – ucek mata.

            “Emangnya mimpi apaan?” Tanyanya keherenan.

            “Aku tadi mimpiin kamu” Masih mencoba menyadarkan diri dari tidur nyenyak.

            “Ah, gombal terus. Yaudah, cuci muka dulu. Habis itu duduk sebelah aku biar belajarnya bener.” Dengan muka serius

            “Makanya kalau malam itu tidur bukannya ngelamunin foto aku. Sama jangan keseringan begadang, ntar diserang penyakit, ntar  yang jagain putra siapa?” Tersenyum manis ke arahku sambil menyentuh tanganku lembut sebelum aku beranjak dari kursiku untuk membasuh muka.

            Sosok yang selalu menyemangatiku dalam kuliah sejak 3 bulan terakhir dan  terus memberikan perhatiannya walaupun merasa jengkel dengan sifatku yang kadang menyusahkannya. Widya percaya padaku bahwa aku tidak seperti pria lainnya yang hanya memanfaatkan parasnya yang cantik sebagai alat pamer, Dya juga percaya padaku karena aku seseorang yang berani menyatakan perasaan secara langsung dan bukan seorang sosok pria suka yang pamer. Sifatnya lembut dan keibuan itu membuatku jatuh hati dua kali dari sadar maupun tidak.

            “Iya, Widya Putri” Jawabku polos sambil terus memandang dirinya yang fokus belajar dan beranjak ke toilet setelah itu.

17 Sept 2017.

Ridho Setia Putra @ohdiraitesartup

Ruang tamu dan suara  jangkrik.

Oleh ridhosp6

Progressing to be a right, honest, calm men!

3 replies on “Jatuh Hati Dua Kali (Cerpen)”

Tinggalkan Balasan ke ridhosp6 Batalkan balasan